DAPAT
APA DARI DUNIA…?
Kita sering
habis-habisan berbuat untuk sesuatu yang justru akan kita tinggalkan. Sedang
untuk sesuatu yang bakal abadi, sering kita tidak bersungguh-sungguh.
Dapat Apa Dari Dunia…?
Dunia harus diraih. Karena di sini kita hidup. Namun akhirat juga harus diperhatikan. Sebab di sanalah tempat kita kembali. Inilah doa dan ajaran keseimbangan hidup yang diajarkan Rasulullah saw.
Di usia saya yang kata orang masih muda ini, saya sering berpikir. Dikasih apa kita ini sama dunia? Belum meninggal saja, kita ini tidak dikasih apa-apa.
Punya mobil lebih dari satu, yang dipaki tetep satu. Bener sih istri makai mobil, anak-anak makai mobil. Tapi kita kehilangan mereka nantinya. Mereka pun sering kehilangan kita.
Punya suami seperti tidak punya suami. Punya istri seperti tidak punya istri. Punya anak kayak seperti tidak anak. Punya orang tua, seperti tidak punya orang tua. Punya tetangga, seperti tidak punya tetangga. Punya saudara kayak seperti tidak saudara. Punya kawan, seperti tidak punya kawan. Akhir-akhirnya, punya agama, seperti tidak punya agama dan punya Allah seperti orang yang tidak mempunyai Allah. Pada kemana itu semua??, mereka semua masih disini, kitanya yang kemana??
Sementara, tidak sedikit orang-orang kaya yang tidak bisa menikmati kekayaannya. Kekayaan yang dinikmati adalah yang di atas kertas. Bukan kekayaan yang sesungguhnya. Makan, tidak bersama keluarga. Dia di mana, keluarga di mana. Tidur tidak bersama keluarga. Dia di mana, keluarga di mana. Sibuk dengan urusannya. Kaya iya, tapi kualitas hidupnya? Layak dipertanyakan kalau ia menyempatkan diri merenung. Begitu gagahnya, dunia malah menjadikannya duduk di kursi pesakitan, disorot layar kaca duduk di kursi tersangka. Tidak sedikit juga pengusaha yang susah payah membangun rumah super mewahnya, tapi ia betul-betul sudah tinggal di penjara.
Sungguhpun penjara ia bisa sulap menjadi ruangan super mewah, ya tetap saja penjara namanya. Rumah yang luar biasa ia bangun pun kalau ditanya dibangun untuk siapa? Ia kelak tidak mengerti juga jawabannya. Kalau dijawab buat anak-anaknya, nyatanya anak-anaknya studi di luar
Kalau dijawab untuk orang tuanya, nyatanya orang tuanya di kampung
Di banyak blok perumahan mewah, justru banyak yang tidak berpenghuni.
Adduh, mata saya ini koq ya merasa “bukan itu yang harus kita cari”. Itulah barangkali yang disebut dengan kesenangan yang menipu. Apanya yang senang? Cuma perasaannya saja. Atau cuma katanya saja.
Tapi, kalau kekayaan itu ada di tangan orang soleh, subhaanallaah, manfaat. Rumah mewah banyak dibangun oleh dia supaya duitnya berputar. Ia sewakan untuk orang-orang asing. Setelah berputar, hasilnya ia bikin untuk lebih menggerakkan ekonomi syariah di kampungnya. Subhaanallaah. Mobil dia belikan yang banyak, buat kemudian diberdayakan uangnya. Dapet uang, kemudian belanjakan deh buat orang susah.
Punya uang, beli-belikan deh perusahaan-perusahaan sakit. Kemudian sehatkan. Habis itu jual. Hasil penjualannya untuk membantu pesantren-pesantren deh. Mantab.
Saya barangkali terlalu sentimentil ya? Tapi baiklah, saya turunkan sedikit tempo nya.
Coba saja lihat
2 tulisan berikut ini...
***
Karyawan
Masih seputar dapat apa dari dunia? Jika kita memburu hanya dunia, maka sungguh, kita tidak akan dapat apa-apa. Makanya Allah dan Rasul-Nya mengajarkan, jangan hanya mengejar dunia. Kejar juga akhirat, dengan memperhatikan amal saleh yang menjadi bekal menghadap Allah. Banyak-banyak berbuat kebaikan. Dan utamanya, perbaiki cara kita beribadah. Jangan sampai mencintai Allah hanya di mulut saja.
Sesungguhnya kita tidak mencintai Allah melainkan mencintai dunia.
Mobil yang saya dapatkan pun, kredit. Motor juga begitu. Barang-barang di rumah ini, rata-rata kredit.
Dapat apa dia? Semula ia berpikir ia sudah mencapai banyak hal. Ternyata tidak. Coba saja kalau dia sakit agak panjang. Sebut saja, sakit 4-5 bulan. Lalu ia di-PHK. Maka kemudian seluruh rencana keuangan, berantakan. Rumah, tidak lagi terbayar, lalu disita.
Mobil dan motor lalu ditarik leasing. Lalu dia? Dapat apa? Tidak dapat apa-apa. Rupanya selama ini ia hidup untuk bank di mana ia kredit rumah. Ia hidup untuk bayar kartu kredit yang tidak lunas-lunas. Ia hidup untuk bayar leasing yang membengkakkan harga motor dan mobilnya sekian kali lipat. Banyak kemudian karyawan-karyawan yang terjebak oleh hutang yang tidak terbayar dan akhirnya benar-benar tidak punya apa-apa.
Di situ kemudian menjadi peluang dunia industri asuransi.
Tidak sedikit
dari mereka yang kemudian setelah semua aset yang dibelinya dengan acara
berhutang, lunas, harus dijual kembali dengan harga murah. Sebab ternyata satu
dua hal yang tidak terprediksi sebelumnya. Misal, adiknya masuk penjara sebab
satu hutang. Itu kan
bukan sebab dia. Sebab adiknya. Tapi orang tuanya mohon-mohon agar ia jual
rumahnya untuk membantu adiknya. Orang tuanya lalu bilang, tinggallah dulu di
rumahnya beliau. Manalah kita tega. Kita juallah rumah kita, dan kemudian kita
mengontrak, hanya agar jangan satu atap dengan orang tua. Lihat, gila kan ? Cape-cape kita
kemudian bayar angsuran rumah, akhirnya ngontrak-ngontrak juga.
Ya begitu lah dunia.
(+) Hei, kenapa
engkau menyalahkan dia? Bukankah dia membantu orang tua dan adiknya?
(-) Kelihatannya sih begitu.
(-) Kelihatannya sih begitu.
(+) Koq
kelihatannya?
(-) Ya, memang.
(+) Emang bagimana?
(-) Begini.
Kalau ketika dia bekerja, dia tidak lupa sama Allah, itu namanya ujian dari Allah.
Dan insya Allah itu adalah kebaikan dari Allah. Tapi kalau selama dia bekerja,
dia tidak ingat sama Allah, maka sesungguhnya Allah mengazabnya. Allah tungguin
apa yang dia kumpulkan itu benar-benar lunas, lalu Allah ambil serta merta
dengan cara-cara yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
(+) Wah, kalau begitu
jahat ya Allah?
(-) Ya, tidak.
Mana mungkin jahat? Daripada diazabnya nanti di akhirat? Kan repot.
(+) Ukurannya
apaan?
(-) Shalat ga
dia? Kalau dia jawab: shalat, maka shalatnya seperti apa? Kalo shalatnya sering
di akhir waktu, ya sama saja dengan tidak menghargai Allah. Kita kan disuruh syukur. Masa
kemudian sama Allah malah mengurangi waktu. Sedang sama dunia, ditambah terus
jam untuk mencarinya. Lihat lagi, sedekahnya gimana? Sebelum kerja, sedekah
seribu, istilahnya. Kemudian, setelah kerja, masih seribu. Ini kan tidak bersyukur
disebutnya.
(+) Oh, kalau
begitu, termasuk firman-Nya ya: Bersyukurlah kamu, maka akan Aku tambah
nikmat-Ku padamu. Tapi kalau kalian tidak bersyukur, maka sesungguhnya azab Allah
teramat pedih.
(-) Nah, itu
tahu.
Ya begitu tuh dunia. Dunia dipegang, dia berontak. Didekap, malah menendang. Diburu, malah maju memukul. Dilayani, malah memerintah. Dikejar, malah memerangkap. Dia menyerahkan dirinya, tapi dunia itu menipu. Sesunguhnya dia tidak pernah menyerahkan dirinya. Dunia hanya mempermainkan manusia. Makanya Allah menasihati untuk jangan tertipu urusan dunia. Banyak-banyak beramal saleh, sebab itu yang lebih kekal.
Masih kelihatan sentimentil ya?
“Nanti malah
menghalangi orang mencari dunia loh.” begitu kata sebahagiannya yang lain.
Ah, biar saja. Mudah-mudahan ada yang terbuka mata hatinya. Bila selama ini hidup untuk dunia. Kini, hidupnya di dunia, tapi untuk Allah, Yang Punya Dunia. Ia jadikan dunia sebagai sarana ibadah kepada Pemilik Dunia
SUMBER TULISAN :
Tulisan ini diambil dari Buku Berjudul "Sedekah Membabi Buta Jilid1" Penulis Edi Sutisna, buku bisa didapat di Gramedia di seluruh Indonesia
BLOG:
santunan-rutin-1000-yatim.blogspot.com
yatim-jompo-duafa-cpa.blogspot.com
1bulan-mekkah-madinah.blogspot.com
belajar-menulis-membaca-alquran.blogspot.com
kata-motivasi-edisutisna.blogspot.com
Donasi Peduli Yatim Jompo Duafa :
Rek. Mandiri : 123-00-0493453-7 an. Edi Sutiasna
Rek. BCA: 6910-2424-72 an. Edi Sutiasna
Rek. BRI: 0942-01-001519-50-5 an. Edi Sutiasna
Konfirmasi : SMS ke No 0856-1250-882 (Ketik "Nama + alamat +
jumlah transfer + ketik DAKWAH 100% ALLAH)
Info :
Tlp/SMS : 0856-1250-882
WhatsApp : 0888-1450-670
BBM Pin:7568916D atau BBM Pin:595A4A68
Dokumentasi foto dan Video di website :
www.club-pecinta-alquran.com
www.gerakkan-sedekah-membabibuta.com
www.dokumentasi-cpa.com
www.youtube.com/user/EdiSutisnakerens/videos
www.dailymotion.com/edi-sutisna
Created by. Edi Sutisna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar